Sabtu, 19 Februari 2011

Anestesi Lokal dalam Kedokteran Gigi

Oleh: Irmi Fitria Mahdi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rasa sakit dapat diredakan melalui terputusnya perjalanan neural pada berbagai tingkatan dan melalui cara-cara yang dapat memberikan hasil permanen atau sementara. Dalam kedokteran gigi sering digunakan anestesi local untuk melakukan suatu prosedur operasi atau ekstraksi gigi.
Ujung saraf yang mempersepsi rasa sakit dapat distimulasi oleh stimulus mekanis, osmotic, thermal dan kimia. Sakit biasanya terhenti dengan segera bila stimulus yang merangsang ujung saraf dihilangkan. Sakit yang terjadi selama perawatan gigi seringkali ditimbulkan oleh instrumentasi. Pada situasi ini, biasanya agen anestesi local dapat dipergunakan untuk mengurangi maupun meredakan rangsang pada ujung saraf atau memblokir arah berjalannya impuls yang sakit menuju otak.


1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas di sini adalah:
 Definisi, penggolongan, farmakokinetik, farmakodinamik, durasi obat dan efek samping anestesi local.
 Penambahan vasokonstriktor ke dalam anestesi local.
 Anestesi local dalam kedokteran gigi.


1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisannya adalah:
 Untuk mengetahui definisi, penggolongan, farmakokinetik, farmakodinamik, durasi obat dan efek samping anestesi local.
 Untuk megetahui penambahan vasokonstriktor ke dalam anestesi local.
 Untuk mengetahui anestesi local dalam kedokteran gigi.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Anestesi adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan, persepsi temperature dan tekanan dan dapat disertai dengan terganggunya fungsi motorik. Bila hanya sebagian dari tubuh yang terpengaruh, dapat digunakan istilah anestesi local atau amalgesia local.
Anestesi local menghambat impuls konduksi secara reversible sepanjang akson saraf dan membrane eksitabel lainnya yang menggunakan saluran natrium sebagai alat utama pembangkit potensial aksi. Secara klinik, kerja ini dimanfaatkan untuk menghambat sensasi sakit dari atau impuls vasokonstriktor simpatis ke bagian tubuh tertentu.
Hingga saat ini belum ada obat anestesi yang ideal, dan pengembangan obat masih terus diteliti. Namun, walaupun relative mudah untuk mensintesis suatu zat kimia yang mempunyai efek anestesi local tetapi sangat sulit mengurangi efek toksik yang lebih kecil dari obat yang ada saat ini. Alasan utama kesulitan tersebut adalah kenyataan bahwa toksisitas yang sangat serius dari obat anestesi local merupakan perluasan efek terapinya pada otak dan sistem sirkulasi.1,2

2.2 Penggolongan Obat
Anestesi local dibagi menjadi dua golongan yaitu ester dan amida. Ester adalah golongan yang mudah terhidrolis sehingga waktu kerjanya cepat hilang, sementara amida merupakan golongan yang tidak mudah terhidrolisis sehingga waktu kerjanya lama. Berikut ini adalah struktur dan sifat beberapa ester dan amida anestesi local.

2.3 Farmakokinetik
Anestesi local biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan dihambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak begitu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi sama seperti pada anestesi umum terhadap SSP dan toksisitas jantung.
a. Absorpsi
Absorpsi sistemik suntikan anestesi local dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain:
 Dosis
 Tempat suntikan
 Ikatan obat-jaringan
 Adanya bahan vasokonstriktor
 Sifat fisiokimia obat
Aplikasi anestesi local pada daerah yang kaya vaskularisasi menyebabkan penyerapan obat yang sangat cepat dan kadar obat dalam darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan tempat yang perfusinya jelek. Untuk anestesi regional yang menghambat saraf yang besar, kadar darah maksimum anestesi local menurun sesuai dengan pemberian yaitu: interkostal (tertinggi)→kaudal→epidural→pleksus brakialis→saraf isciadikus (terendah).
b. Distribusi
Anestesi local amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian lobus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam lemak. Setelah fase distribusi awal yang perfusinya tinggi seperti otak, hati, ginjal dan jantung diikuti oleh fase distribusi lambat yang perfusinya sedang seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester maka distribusinya tidak diketahui.
c. Metabolisme dan Ekskresi
Anastesi local diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi local yang bentuknya tak bermuatan maka mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan. Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi basa tersier menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga mudah dieksresikan karena bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi local dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinestrase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain.
Ikatan amida dari anestesi local amida dihidrolisis oleh enzim mikrosomal hati. Kecepatan metabolisme senyawa amida di dalam hati ini bervariasi bagi setiap individu, perkiraan urutannya adalah prilokain (tercepat) → editokain→ lidokain→ mepivakain→ bupivakain (terlambat). Akibatnya, toksisitas dari anestesi local tipe amida ini akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai contoh, waktu paruh lidokain rerata akan memanjang dari 1,8 jam pada pasien normal menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan penyakit yang berat.1


2.4 Farmakodinamik
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi local adalah:
a. Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal
Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.

b. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.

Adapun efek serabut saraf antara lain:
 Efek diameter serabut
Anestesi local lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.
 Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.
 Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.

c. Efek Terhadap Membran yang Mudah Terangsang Lainnya
Anestesi local mempunyai efek menghambat otot saraf yang lemah dan tidak begitu penting dalam klinik. Namun, efeknya terhadap membran sel otot jantung mempunyai makna klinik yang penting.1


2.5 Durasi Obat
Secara teoritis, lamanya waktu pemulihan dari sensasi harus sama dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk operasi. Namun, pada prakteknya, durasi anestesi biasanya lebih lama dari pada durasi yang diperlukan untuk prosedur perawatan gigi. Penambahan vasokonstriktor pada larutan anestesi local akan mempengaruhi durasi anestesi.2

2.6 Efek Samping
Seharusnya obat anestesi local diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam darah menigkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek pada berbagai sistem organ.
a. Sistem Saraf Pusat
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
b. Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik terhadap jaringan saraf.
c. Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung dan membrane otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi local menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d. Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat.
e. Reaksi alergi
Reaksi ini sangat jarang terjadi dan hanya terjadi pada sebagian kecil populasi.1






2.7 Vasokonstriktor
Vasokonstriktor adalah obat yang dapat mengkonstrksikan pembuluh darah dan mengontrol perfusi jaringan. Penambahan sejumlah kecil vasokonstriktor pada larutan anestesi local dapat memberi keuntungan sebagai berikut:
a. Mengurangi efek toksik melalui efek penghambat absorpsi konstituen.
b. Membatasi agen anestesi hanya pada daerah yang terlokalisir sehingga dapat meningkatkan kedalaman dan durasi anestesi.
c. Menimbulkan daerah kerja yang kering (bebas bercak darah) untuk prosedur operasi.
d. Dapat menurunkan perfusi (aliran darah) dari tempat administrasi karena mengkonstriksi pembuluh darah.
e. Absorpsi anestesi local ke sistem kardiovaskular melambat sehingga kadar dalam plasma juga rendah.
f. Meminimumkan durasi aksi anestesi local.
g. Menurunkan perdarahan pada tempat injeksi sehingga berguna pada saat prosedur pembedahan untuk mengantisipasi perdarahan.2,3
Vasokonstriktor yang biasa digunakan adalah:
a. Adrenalin (epinefrin), suatu alkaloid sintetik yang hampir mirip dengan sekresi medulla adrenalin alami.
b. Felypressin (Octapressin), suatu polipeptid sintetik yang hampir mirip dengan sekresi glandula pituitary posterior manusia. Felypressin mempunyai sifat vasokonstriktor yang lemah, yang tampaknya dapat diperkuat dengan penambahan prilokain.2
Indikasi:
a. Digunakan untuk menghindari bleeding.
b. Menurunkan perfusi.
Kontraindikasi:
a. Pada pasien dengan kardiovaskular dan penyakit kelainan tiroid.
b. Pada individu yang sensitive.
c. Pada individu yang terjadi reaksi obat-obatan yang tidak terantisipasi yang menyebabkan PVC (Prematur Ventricular Contraction).
Perbandingan dan pengenceran
Larutan vasokonstriktor biasanya dinyatakan sebagai rasio (misalnya 1 sampai 1000, ditulis 1:1000). Konsentrasi 1:1000 diartikan bahwa ada 1 gram (atau 1000 mg) obat yang terdapat pada 1000 mL larutan. Sehingga, larutan 1:1000 mengandung 1000 mg dalam 1000 mL atau 1,0 mg/mL.
Larutan vasokontriktor yang digunakan dalam larutan anestesi pada praktek dental biasanya lebih encer. Untuk menghasilkan konsentrasi 1:10.000, 1 mL dari larutan 1:1000 ditambahkan dengan 9 mL pelarut (misalnya air steril) sehingga menjadi 1:10.000=0,1 mg/mL. Jika menginginkan pengenceran yang lebih, setiap konsentrasi yang ada ditambahkan dengan 9 mL akuades.3

2.8 Anestesi dalam Kedokteran Gigi
Dalam kedokteran gigi dikenal dua tekhnik anestesi local yaitu:
a. Anestesi infiltrasi
Larutan anestesi didepositkan di dekat serabut terminal dari saraf dan akan terifiltrasi di sepanjang jaringan untuk mencapai serabut saraf dan menimbulkan efek anestesi dari daerah terlokalisir yang disuplai oleh saraf tersebut. Tekhnik infiltrasi dibagi menjadi:
1. Suntikan submukosa
Istilah ini diterapkan bila larutan didepositkan tepat di balik membrane mukosa. Walaupun cenderung tidak menimbulkan anestesi pada pulpa gigi, suntikan ini sering digunakan baik untuk menganestesi saraf bukal panjang sebelum pencabutan molar bawah atau operasi jaringan lunak.
2. Suntikan supraperiosteal
Dengan cara ini, anestesi pulpa gigi dapat diperoleh dengan penyuntikan di sepanjang apeks gigi. Suntikan ini merupakan suntikan yang paling sering digunakan dan sering disebut sebagai suntikan infiltrasi.
3. Suntikan subperiosteal
Tekhnik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum dan bidang kortikal. Tekhnik ini digunakan apabila tidak ada alternative lain karena akan terasa sangat sakit. Tekhnik ini biasa digunakan pada palatum dan bermanfaat bila suntikan supraperiosteal gagal untuk memberikan efek anestesi walaupun biasanya pada situasi ini lebih sering digunakan suntikan intraligamen.
4. Suntikan intraoseous
Suntikan ini larutan didepositkan pada tulang medularis. Setelah suntikan supraperiosteal diberikan dengan cara biasa, dibuat insisi kecil melalui mukoperiosteum pada daerah suntikan yang sudah ditentukan untuk mendapat jalan masuk bur dan reamer kecil pada perawatan endodontic. Dewasa ini, tekhnik suntikan ini sudah sangat jarang digunakan.
5. Suntikan intraseptal
Merupakan modifikasi dari tekhnik intraoseous yang kadang-kadang digunakan bila anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila dipasang gigi geligi tiruan imediat serta bila tekhnik supraperiosteal tidak mungkin digunakan. Tekhnik ini hanya dapat digunakan setelah diperoleh anestesi superficial.
6. Suntikan intraligamen atau ligament periodontal
Jarum diinsersikan pada sulkus gingival dengen bevel mengarah menjauhi gigi. Jarum kemudian didorong ke membrane periodontal bersudut 30° terhadap sumbu panjang gigi. Jarum ditahan dengan jari untuk mencegah pembengkokan dan didorong ke penetrasi maksimal sehingga terletak antara akar-akar gigi dan tulang interkrestal.
b. Anestesi regional (Fisher)
Larutan anestesi yang didepositkan di dekat batang saraf akan melalui pemblokiran semua impuls, menimbulkan anestesi pada daerah yang disuplai oleh saraf tersebut. Anestesi ini dikenal sebagai ‘anestesi regional’ ‘atau anestesi blok’.
Walaupun tekhnik ini dapat digunakan pada rahang atas, tekhnik tersebut mempunyai manfaat khusus dalam kedokteran gigi yaitu untuk menganestesi mandibula. Penggunaan tekhnik infiltrasi pada mandibula umumnya tidak dapat dipertanggungjawabkan karena densitas bidang kortikal luar dari tulang. Dengan mendepositkan larutan anestesi di ruang pterigomandibular di dekat foramen mandibula anestesi regional pada seluruh distribusi saraf gigi inferior pada sisi tersebut akan dapat diperoleh.2



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Anestesi local adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan, persepsitemperature dan tekanan dan dapat disertai dengan terganggunya fungsi motorik dan hanya terpengaruh pada sebagian tubuh. Anestesi local digunakan untuk menghilangkan rasa sakit baik pada proses operasi maupun ekstraksi gigi.
2. Dalam penggunaannnya, anestesi tidak boleh berlebihan karena akan meberi efek terhadapsistem saraf pusat, perifer, sistem kardiovaskular, darah dan kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi alergi.
3. Penambahan vasokonstriktor dalam anestesi local sangat bagus karena memberikanbanyakkeuntungan tetapi harus diperhatikan pada pasien dengan penyaki sistemik. Dalam kedokteran gigi biasanya digunakan dua tekhnik anestesi yaitu tekhnik infiltrasi dan blok (Fisher).



DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed. 4. Jakarta: EGC. 1998, halaman 414-421.
2. Howe, Geoffrey L dan Whitehead, F. Ivor H. Anestesi Lokal (alih bahasa drg. Lilian Yuwono). Jakarta: Hipokrates. 1992, halaman 7, 21-22, 28-30, 59-68.
3. http://yukiicetta.blogspot.com, diakses pada Jumat, 4 Februari 2011 jam 20.15 WIB.

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Klo berkenan silahkan mampir ke blog saya ya: http://adifkgugm.blogspot.com/2011/07/teknik-anestesi.html

    BalasHapus
  3. Felypressin is a Vasopressin 1 agonist, and will thus have effects at all Arginine vasopressin receptor 1As. It physiologically effects on vascular SMC's due to the form in which it is administered. Its receptors are found in various sites around the body. The major points include the CNS, Felypressin Acetate

    BalasHapus