Jumat, 21 Oktober 2011

Manajemen Perilaku (Pediatric Dentistry)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam melakukan perawatan terhadap pasien anak-anak yang harus diperhatikan adalah bagaimana sikap (perilaku) anak menerima suatu perawatan yang diberikan oleh dokter gigi. Anak-anak memiliki berbagai macam sifat yang dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan praktek dokter gigi. Perilaku anak tersebut ada kalanya dapat memudahkan atau menyulitkan dokter gigi dalam melakukan perawatan. Dalam hal ini ada banyak cara yang bisa dilakukan sehingga penting untuk seorang dokter gigi mengetahui perilaku anak dan bagaimana cara berkomunikasi dengan anak sehingga perawatan yang dilakukan menjadi lebih mudah.


1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah:
a. Klasifikasi perilaku anak.
b. Factor yang mempengaruhi perilaku anak.
c. Macam-macam rasa takut pada anak.
d. Tumbuh kembang anak dari aspek biopsikososial.
e. Pengaruh riwayat dental dan medic terhadap perilaku anak.
f. Peran orang tua terhadap perawatan gigi anak.
g. Tekhnik komunikasi dokter gigi terhadap anak.
h. Segitiga perawatan gigi anak.
i. Pendekatan non-farmakoterapeutik dan farmakoterapeutik.

1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai macam perilaku anak, peranan orang tua dan pendekatan dokter gigi terhadap anak sehingga dapat memudahkan dalam melakukan suatu perawatan dental.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Perilaku Anak
Menurut Wright, perilaku anak diklasifikasikan menjadi:
1. Kooperatif
Anak-anak yang kooperatif terlihat santai dan rileks. Mereka sangat antusias menerima perawatan dari dokter gigi. Mereka dapat dirawat dengan sederhana dan mudah tanpa mengalami kesulitan, pendekatan tingkah laku (perilaku).
2. Kurang kooperatif
Pasien ini termasuk anak-anak yang sangat muda di mana komunikasinya belum baik dan tidak dapat memahami komunikasi dengan baik. Karena umur mereka, mereka tergolong ke dalam pasien yang kurang kooperatif. Kelompok lain yang termasuk ke dalam pasien yang kurang kooperatif adalah pasien yang memiliki keterbatasan yang spesifik. Untuk anak-anak golongan ini, suatu waktu tekhnik manajemen perilaku secara khusus diperlukan. Ketika perawatan dilakukan, perubahan perilaku secara imediat yang positif tidak dapat diperkirakan.
3. Potensial kooperatif
Secara karakteristik, yang termasuk ke dalam kooperatif potensial adalah permasalahan perilaku. Tipe ini berbeda dengan anak-anak yang kooperatif karena anak-anak ini mempunyai kemampuan untuk menjadi kooperatif. Ini merupakan perbedaan yang penting. Ketika memiliki cirri khas sebagai pasien yang kooperatif potensial, perilaku anak tersebut bisa diubah menjadi kooperatif.
Menurut Frankl, perilaku anak dibagi menjadi:
1. Sangat negative: menolak perawatan, menangis dengan keras, ketakutan atau adanya bukti penolakan secara terang-terangan.
2. Negative: enggan menerima perawatan, tidak kooperatif, perilaku negative tetapi tidak diucapkan (hanya muram dan tidak ramah).
3. Positif: menerima perawatan, kadang-kadang sangat hati-hati, ikhlas mematuhi perintah dokter gigi, kadang-kadang timbul keraguan, tetapi pasien mengikuti perintah dokter gigi dengan kooperatif.
4. Sangat positif: sangat bagus sikap terhadap dokter gigi, tertarik dengan prosedur dokter gigi, tertawa dan menikmati perawatan yang dilakukan dokter gigi.1




2.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Anak
a. Pertumbuhan dan Perkembangan
Perkembangan anak meliputi fisik, intelektual dan aspek emosional dari pertumbuhan. Aspek-aspek ini menunjukkan perubahan yang konstan pada ukuran dan besarnya. Pada umur intelektual tiga tahun terlihat progress perkembangan yang menandakan suatu kesiapan untuk menerima perawatan dental. Anak-anak yang terlihat normal secara fisik tetapi menunjukkan perilaku atau masalah sosiologis, tipe pasien seperti ini dapat dinamai “unnanageable”, dengan realisasi kecil yang menunjukkan anak yang behaviour problem bisa mengesankan beberapa bentuk dari kerusakan otak.
b. Pengalaman Medis dan Dental
Wright et al (1973), mengemukakan bahwa keterlibatan emosional yang dibuat atau diciptakan dari pengalaman medis terdahulu dan sikap buruk anak terhadap kunjungan ke praktek medis, dapat membentuk dan mempengaruhi perilaku yang tidak menyenangkan pada anak. Mc. Tique (1984), menjelaskan bahwa potensial perilaku yang tidak kooperatif bisa dihubungkan dengan ketakutan pada pengalaman dental.
c. Pengaruh Keluarga dan Teman Sebaya
Faktor psikososial adalah faktor yang sangat mempengaruhi perilaku manusia, khususnya didalam unit keluarga. Faktor teman sebaya dan instutisional juga membentuk perilaku individu, tetapi dalam derajat yang lebih kecil. Sikap orang tua yang membentuk perilaku anak secara langsung pada periode awal perkembangan, dipengaruhi oleh faktor-faktor posisi sosioekonomi, perkembangan kultural dan latar belakang etnik. Anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah cenderung takut dan kurang kooperatif. Masalah internal keluarga akan mempengaruhi perilaku anak, dari dalam rumah yang ditimpa perselisihan anak dapat merasakan ketidakharmonisan dengan menjadi emosional dan frustasi. Oleh karena itu, lebih memungkinkan manajemen problem di praktek dental.
d. Lingkungan Dental Praktek
Dokter gigi dan staf harus memberi pengaruh positif dengan praktek dental. Secara tidak langsung, dental team dapat menganjurkan sikap positif terhadap kunjungan dental. Perilaku negatif, yang disebabkan oleh pengalaman medis dan pengalaman dental yang buruk dapat dipengaruhi secara positif oleh cara bijaksana keluarga dan prosedur perilaku yang dilakukan kembali oleh dental team.2

2.3 Macam-macam Rasa Takut pada Anak
a. Cemas
Cemas adalah suatu yang ditakuti tapi yang mana sumber ketakutan(objek) itu tidak jelas atau tidak nyata.
b. Takut
Suatu respon emosional terhadap sesuatu yang mana yang ditakuti itu objeknya itu jelas.
Macam –macam rasa takut
1. Objektif
- Timbul karena rangsangan fisik langsung pada alat perasa.
- Merupakan jawaban terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan dari apa yang dialami.
Misalnya :
- Melihat orang baju putih.
- Mencium bau obat diruang praktek.
2. Subjektif
- Timbul karena mendengar kejadian yang dialami orang lain
Misalnya :
- Cerita si A kepada si B :kemarin waktu kedokter gigi sakit sekali, sehingga si B jadi takut ke dokter gigi karena mendengar cerita si A.
- Anak-anak akan merasa takut pada sesuatu yang baru dan tidak dikenal.
3. Sugesti
- Timbul karena meniru orang lain,diteruskan tanpa disadari oleh kedua-duanya.
Misalnya :
- Ibu takut dengan perawatan gigi sehingga tangan si anak dipegang kuat-kuat ,hal ini dapat menyebabkan anak menjadi takut.
- Ibu takut dengan suara petir sehingga ibu sembunyi dan si anak juga meniru hal demikian.3


2.4 Tumbuh Kembang Anak dari Aspek Biopsikososial
a. Psikodinamik
Merupakan proses tumbuh kembang anak yang dilihat secara tahapan sekuensial dimana psikis dan pikiran kepribadian berkembang dari tahap awal yaitu animalistik dengan kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri menuju suatu proses pendewasaan dimana keagresifan, seksual, dan kasih sayang telah berkembang lebih matang.
Teori psikodinamik adalah konsep dimana ego anak (self) mempengaruhi libido ( kehidupan dan kasih sayang).
b. Pembelajaran sosial
Jika psikodinamik merupakan suatu perilaku anak yang dimotivasi oleh pemenuhan terhadap kepuasan diri sendiri, maka pembelajaran sosial dilihat melalui aspek bahwa tingkah laku dimotivasi oleh kebutuhan sosial, seperti mendapatkan kasih sayang, atau penerimaan dari orang tua pertama sekali, lalu teman, dan terakhir diri sendiri. Lebih lanjut pembelajaan sosial dimotivasi oleh reinforcement atau hukuman yang dibentuk oleh lingkungan.
c. Biologi-genetik
Tumbuh kembang dipertimbangkan sebagai efisiensi mental kepribadian dan keadaan fisik yang tumbuh kembangnya dipengaruhi oleh lingkungan. Tingkah laku anak dapat diprediksi dengan mengetahui genetik dan status fisik seseorang. Biologi genetika lebih mengacu pada tumbuh kembang anak yang mempengaruhi status fisik seperti persarafan, metabolik, dan psikologis.2

2.5 Pengaruh Riwayat Medik dan Dental Terhadap Perilaku Anak
Pengalaman medis sebelumnya dan pengalaman dental yang pernah dirasakan anak dalam beberapa hal menggambarkan kunjungan yang tidak nyaman atau memuaskan yang menghasilkan masalah management. Wright menyarankan bahwa emosional termasuk rasa gelisah dari pengalaman medis sebelumnya dan sikap kurang baik anak-anak pada kunjungan medis pasti terbentuk dan memperngaruhi perilaku yang tidak menyenangkan.
Mc. Tingue menunjukkan bahwa kemungkinan besar perilaku yang tidak kooperatif dihubungkan dengan rasa takut yang terus menerus karena masa lalu, yaitu pengalaman dental yang tidak menyenangkan. Penanganan anak yang tidak selayaknya pada ruangan dental, menghasilkan sikap yang tidak baik pada pasien anak.
Sebuah studi yang melibatkan anak-anak yang pernah dirawat dan diintervensi bedah menunjukkan bahwa anak tersebut lebih (-) dari pada perawatan yang pertama dibandingkan dengan anak-anak yang belum pernah mendapatkan perawatan medis sebelumnya dan pengalaman dental.
Kesimpulannya, anak-anak yang sudah melewati perawatan dental sebelumnya yang tidak menyenangkan akan merasakan takut dan gelisah bila dihadapkan pada keadaan yang sama atau melakukan kunjungan dental lagi. Sedangkan anak-anak yang belum pernah mendapatkan pengalaman dental tidak akan menimbulkan perilaku (-) pada anak tersebut.4


2.6 Peran Orang Tua Terhadap Perawatan Gigi Anak
Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan perawatan gigi anak. Beberapa tahun terakhir, sudah menjadi tradisi bahwa ibu lebih sering dibandingkan ayah untuk menemani anak-anak ke dokter gigi. Karena alasan ini, efek cemasnya ibu dapat mempengaruhi perilaku anak-anak apabila erkunjung ke dokter gigi (maternal anxiety). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan antara peran ibu terhadap kooperatif anak-anak pada saat datang ke dokter gigi pertama kali. Apabila rasa cemas ibu terlalu berlebihan maka dapat mempengaruhi perilaku anak-anak ke arah negative. Semua anak-anak akan sangat berpengaruh terutama pada usia di bawah 4 tahun. Hal ini bisa diantisipasi karena kedekatan orang tua dengan anak dimulai semenjak bayi dan seiring bertambahnya usia akan berangsur-angsur menghilang (berkurang).1

2.7 Tekhnik Komunikasi Dokter Gigi Terhadap Anak
Ada beberapa teknik komukasi yang efektif terhadap anak, diantaranya yakni:
1. Menciptakan komunikasi
Yakni mengikutsertakan anak dalam percakapan, diperlukan selain agar dokter gigi dapat memahami pasien, juga sekaligus membuat anak jadi lebih rileks. Banyak cara untuk menciptakan komunikasi verbal, dan keefektivan dari komunikasi ini tergantung dari usia anak. Tahap awal yang sangat baik untuk memulainya ialah dengan memberikan komentar-komentar yang bersifat pujian dan diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang timbulnya jawaban dari anak, selain kata “ya” atau “tidak”.

2. Melalui Komunikator
Biasanya, asisten dental yang berbicara dengan anak selama perjalanan pasien dari ruang resepsionis sampai ke ruang operator dan juga selama proses preparasi di dental unit.

3. Kejelasan pasien
Komunikasi ialah sesuatu yang kompleks dan multisensoris. Didalamnya mencakup penyampai pesan (dokter gigi), media (kata-kata yang diucapkan), dan penerima pesan (pasien). Pesan yang disampaikan harus dapat dimengerti dengan satu pemikiran yang sama antara penyampai pesan dan penerima pesan. Sangat sering digunakan eufimisme (pengganti kata) untuk lebih dimengerti dalam menjelaskan prosedur terhadap pasien muda.
Berikut contohnya:
Terminologi dental Kata ganti
-alginate -puding
-crown -gigi robot
-bur -sikat kecil
-radiograf -gambar gigi
-anestesi -obat penidur untuk gigi
-karies -kutu / cacing pada gigi

4. Kontrol suara
Dokter gigi sebaiknya mengeluarkan kata-kata yang tegas tetapi lembut, agar dapat menarik perhatian anak atan memberhentikan si anak dari segala aktivitas yang sedang dikerjakannya.

5. Komunikasi multisensori
Komunikasi verbal fokus pada apa yang diucapkan dan bagaimana kata-kata itu diucapkan. Komunikasi non-verbal juga dapat disampaikan melalui kontak tubuh. Contohnya, dokter gigi meletakkan tangannya pada pundak anak saat duduk di dental chair agar merasakan kehangatan dan lebih merasa bersahabat. Kontak mata juga penting. Dokter gigi sebaiknya menatap anak dengan tatapan lembut dan tidak melotot.

6. Masalah kepemilikan
Pada suatu masa, adakalanya dokter gigi lupa dengan siapa dia berhadapan. Mereka memanggil “kamu” kepada anak tersebut. Panggillan si anak dengan panggilan di rumahnya karena kata “kamu” lebih mengimplikasikan bahwa anak tersebut salah.

7. Aktif mendengarkan
Mendengarkan juga penting dalam merawat anak. Aktif mendengarkan ialah tahap kedua terbaik yang diungkapkan Wepman dan Sonnenberg dalam teknik berkomunikasi. Sehingga pasien terstimulasi untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya.

8. Respon yang tepat
Dokter gigi juga harus memberikan respon yang positif terhadap apa-apa yang diungkapkan anak.5

2.8 Segitiga Perawatan Gigi Anak
Perbedaan antara perawatan yang dilakukan pada anak-anak dan perawatan pada orang dewasa terletak pada hubungan dokter gigi dan pasien.
Perawatan untuk orang dewasa meliputi hubungan antara dokter-pasien (one to one relationship), sedangkan perawatan terhadap anak-anak adalah hubungan antara dokter gigi – pasien anak – orang tua/ orang yang mendampingi anak tersebut (one to two relationship). Hal ini disebut segitiga perawatan anak.

Pasien anak



Keluarga dokter gigi dan
lingkungan

Terlihat pada skema ini bahwa anak terletak pada puncak segitiga dan mempunyai focus perhatian dari keluarga dan dokter gigi. Peran keluaga yang dapat mengubah dan lingkungan keluarga harus dipertimbangkan. Tanda panah pada segitiga tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara ketiga unsure tersebut , pasien anak, keluarga, dan dokter gigi yang bersifat timbale balik.
Dasar dari menerapkan perilaku dentistry terhadap anak-anak adlah dengan membentuk kemampuan untuk dapat mengarahkan mereka melalui pengalaman dental mereka. Pada jangka pendek kemampuan tersebut adlah prasyarat untuk menghasilkan kebutuhan perawatan dental bagi mereka dalam waktu segera mungkin pada jangka panjang efek keuntungan dapat diperoleh ketika bibit-bibit untuk kesehatan gigi kedepannya ditanam mulai dari kecil.
Yang terpenting dalam perawatan pasien anak adalah hubungan yang dinamis diantara ketiga sudut segitiga yaitu pasien anak, keluarga dan dokter gigi.
 Dokter harus meyakinkan adanya kooperatif oaring tua, mendiskusikan kebiasaan seerti menghisap ibu jari dan lain-lain. Dengan tujuan memotivasi pasien untuk menghilangkan kebiasaan buruk tersebut.
 Dokter gigi dapat mmberikan contoh dengan menggunakan study medis yang akan mendemonstrasikan antara gigi yang protusi dibandingkan dengan gigi normal.2

2.9 Pendekatan Non-Farmakoterapeutik dan Farmakoterapeutik
Pendekatan Non-Farmakoterapeutik
Non-farmakoterapeutik adalah membahas dan memfokuskan pada anak sebagai pasien dan keluarganya di mana bekerja sama dengan dokter gigi dan lingkungan penting sekali untuk mengetahui konsep dari segitiga perawatan gigi anak yang menunjukkan bingkai dari keseluruhan. Beberapa macam pendekatan non-farmakoterapeutik adalah:
a. Komunikasi dengan anak
Komunikasi tidak terbatas pada percakapan. Komunikasi nonverbal seperti menepuk tangan anak menunjukkan kehangatan dan senyum. Hadirkan pertanyaan yang tidak terpaku pada jawaban “ya” atau “tidak”.
Phychology of communication (1972) berpendapat bahwa sewaktu-waktu komunikasi terdiri atas transmitter (dokter gigi), medium (dental office) dan penerima (anak).
b. Phychology of learning
Phychology of learning terdiri atas:
1. Stimulus-respon
2. Motivation
3. Reinforcement
4. Generalization
5. Discrimination and extrinction
6. Behavior modification
c. Tekhnik desain manajemen perilaku
1. Modeling
Tujuan: untuk mengurangi dan menghilangkan rasa takut dan rasa cemas yang tinggi. Modeling dan imitasi adalah suatu proses sosialisasi yang terjadi baik secara lagsung dalam interaksinya dengan lingkungan sosial. Bandura (1969) mengemukakan empat komponen dalam proses belajar:
a. Memperhatikan
b. Mengancam
c. Memproduksikan gerak dengan cepat
d. Ulangan penguasaan dan motivasi proses meniru akan berhasil dengan baik
2. Desensitisasi
Tujuan: untuk mengurangi rasa takut dan cemas seorang anak dengan jalan memberikan rangsangan yang menghilangkan cemas sedikit demi sedikit.
Wape (1969) menamakan dengan istilah “systemic desentisization” karena ada tiga tahap:
a. Latih pasien untuk santai dan rileks.
b. Susun secara berurutan hal-hal yang membuat pasien cemas dan takut (dari yang paling menakutkan sampai yang tidak menakutkan).
c. Rangsangan ditingkatkan sedikit demi sedikit.
d. Behaviour shaping
Suatu cara yang dilakukan secara bertahap untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan oleh dokter gigi selama perawatan. Caranya melalui TSD, yaitu:
a. TELL yaitu menerangkan perawatan yang akan dilakukan pada anak dan bagaimana anak tersebut harus bersikap.
b. SHOW yaitu menunjukkan atau mendemostrasikan pada anak apa saja yang akan dilakukan terhadap dirinya.
c. DO yaitu anak, dilakukan perawatan gigi sesuai dengan hal yang diuraikan atau didemostrasikan.
e. Retraining
Hampir sama dengan behavior shaping, bedanya retraining dilakukan pada anak yang menunjukkan sikap cemas dan tingkah laku yang (-) sangat tinggi akibat perawatan pertama kali ke dokter gigi atau akibat kekurangan dukungan dari orang tua dan teman sebaya.
Apabila penyebab tingkah laku seperti itu tidak dapat ditentukan dengan pasti, maka cara menanggulanginya dapat digunakan cara lain yaitu dengan memberikan perhatian dan kepercayaan yang lebih besar pada diri anak atau mengalihkan perhatian anak dapat dilakukan pada anak dengan yang menunjukkan tingkah laku yang gelisah pada saat dilakukan perawatan yang agak lama. Untuk menanggulanginya, dokter gigi bisa menceritakan dongeng.
f. Hand Over Mouth Exercise (HOME)
Finn (1951) mengemukakan bahwa HOME digunakan apabila beberapa cara lain dalam menciptakan komunikasi yang baik mengalami kegagalan sehingga tingkah laku anak tidak terkendali.
HOME dilakukan pada anak sejak kunjungan pertama menunjukkan sikap tidak kooperatif, tidak mengerti dengan penjelasan atau bujukan, keras kepala, menolak perawatan, menangis meronta-ronta. Tindakan ini dilakukan pada anak sehat berumur 3-6 tahun.


Pendekatan Farmakoterapeutik
a. Premedikasi
Selain untuk menenangkan anak, penggunaan obat-obat premedikasi dapat mengurangi ketegangan anak sebagai akibat rasa takut.
Indikasi premedikasi:
1. Mengurangi dan menghilangkan rasa sakit.
2. Mengurangi sekresi kelenjar ludah.
3. Mengendalikan reflex yang dapat membahayakan pasien.
4. Perawatan yang membutuhkan perawatan panjang.
5. Membantu anak menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.
6. Membantu anak sehingga memudahkan perawatan gigi.
7. Mengendalikan tingkah laku anak yang sulit diatasi.
Macam-macam golongan obat yang diberikan pada anak:
1. Hydroxine
2. Diazepam
3. Promerazine
4. Meperidine
b. Anestesi local
Diartikan sebagai obat yang bila diberikan pada lokasi yang memerlukan anestesi local pada konsentrasi tertentu ke dalam jaringan setempat akan mengakibatkan hilangnya rasa sakit setempat di daerah tertentu dalam jangka waktu tertentu.
c. Anestesi umum
Bennet (1974) mendefinisikannya sebagai pemantauan timbal balik terhadap ketidakakuratan kelumpuhan sel sistem saraf pusat. Terhadap beberapa cara pemberian anestesi ke dalam tubuh yaitu:
1. Inhalasi: pemberian anestesi melalui saluran pernafasan.
2. Intravena: melalui pembuluh darah balik.
3. Rectal: melalui dubur (rectum).
4. Intramuscular: melalui otot secara suntikan.
5. Intraoral: melalui rongga mulut dengan menggunakan tablet.
Anestesi umum dapat diberikan pada pasien anak dengan 5 kriteria, yaitu:
1. Pasien; apakah ada kelainan fisik atau perilaku yang cukup serius dan seringkali menghambat anak untuk berperilaku kooperatif.
2. Prosedur; apakah pekerjaan perawatan akan dapat selesai dengan baik di mana anak tidak mau berperilaku kooperatif.
3. Tempat; fasilitas penyembuhan pasca perawatan.
4. Personal; apakah dokter gigi dan staf cukup berpengalaman untuk melakukan anestesi dan mampu untuk menanggulangi pra sewaktu dan pasca pemberian anestesi.
5. Persiapan; apakah pasien telah dipersiapkan emosi dan fisiknya (pemeriksaan fisik dan laboratorium).1,6

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam merawat pasien anak-anak dibutuhkan komunikasi atau pendekatan khusus terhadap anak-anak khususnya anak-anak yang memiliki masalah dengan kooperatif atau tidaknya mereka. Perilaku anak-anak di tempat praktek dokter gigi dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan, sosial budaya, keluarga, pengalaman medis dan dental sebelumnya, tempat praktek dokter gigi, persiapan sebelum perawatan dan sumber tingkah laku yang tidak kooperatif dalam keeluarga.